JAKARTA, KOMPAS.com — Pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 terancam tidak terawasi dengan maksimal. Pasalnya, tidak ada pengawas di tingkat desa/kelurahan dan tempat pemungutan suara (TPS). Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berdalih, hal itu disebabkan keterbatasan anggaran.
"Untuk pilpres, kita itu dipastikan, jika tidak ada revisi (anggaran), maka tidak ada pengawasan di tingkat desa untuk pilpres. Ini kan masalah serius," kata Ketua Bawaslu Muhammad saat Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pemilu 2014, Kamis (9/1/2014), di Gedung KPU, Jakarta.
Ia mengatakan, secara struktural, Bawaslu tidak memiliki perpanjangan tangan hingga di tingkat desa/kelurahan. Dengan demikian, kata dia, pengawas di tingkat desa/kelurahan tidak tertangani oleh anggaran Bawaslu.
"Struktur formal kami di tingkat desa/kelurahan itu tidak ter-cover untuk DIPA (daftar isian pembelanjaan anggaran) Bawaslu," kata Muhammad.
Dia menuding Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak peduli pada pemilu. Padahal, ujarnya, DPR telah memberi persetujuan terhadap anggaran yang diajukan pihaknya.
"Yang disetujui (Kemenkeu) hanya tiga koma sekian triliun rupiah dari yang kami ajukan enam koma sekian triliun rupiah," ujar Muhammad.
"Untuk pilpres, kita itu dipastikan, jika tidak ada revisi (anggaran), maka tidak ada pengawasan di tingkat desa untuk pilpres. Ini kan masalah serius," kata Ketua Bawaslu Muhammad saat Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pemilu 2014, Kamis (9/1/2014), di Gedung KPU, Jakarta.
Ia mengatakan, secara struktural, Bawaslu tidak memiliki perpanjangan tangan hingga di tingkat desa/kelurahan. Dengan demikian, kata dia, pengawas di tingkat desa/kelurahan tidak tertangani oleh anggaran Bawaslu.
"Struktur formal kami di tingkat desa/kelurahan itu tidak ter-cover untuk DIPA (daftar isian pembelanjaan anggaran) Bawaslu," kata Muhammad.
Dia menuding Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak peduli pada pemilu. Padahal, ujarnya, DPR telah memberi persetujuan terhadap anggaran yang diajukan pihaknya.
"Yang disetujui (Kemenkeu) hanya tiga koma sekian triliun rupiah dari yang kami ajukan enam koma sekian triliun rupiah," ujar Muhammad.