KOMPAS.com - HASIL survei yang dilakukan Polling Center menunjukkan bahwa lebih dari separuh (52,1 persen) pemilih akan menerima uang dan barang dari kandidat dalam pemilihan umum. Apakah uang akan (lagi) berkuasa pada Pemilihan Umum 2014 yang akan datang ini?
Dalam pemilu, politik dan uang merupakan pasangan tak terpisahkan. Uang penting untuk membiayai kampanye karena kampanye berpengaruh pada hasil pemilu. Kampanye tidak akan berjalan tanpa uang meski uang tidak merupakan faktor satu-satunya untuk memperoleh keberhasilan.
Dalam sistem politik yang tidak demokratis, korupsi politik akan tumbuh subur dan menjadi tabiat kebanyakan politisi. Sama halnya dalam partai yang tidak ”sehat”, mereka akan mencari sumber-sumber pendanaan instan untuk menjalankan mesin politik, salah satunya melalui korupsi uang negara.
Atau melalui cara instan yang lain yang marak belakangan ini dengan menarik kekuatan pemodal (baca: pengusaha) ke dalam kongsi partai.
Hasil survei ”Politik Uang dalam Pemilu” yang dilakukan Polling Center (30/12/2013) tentu menjadi ”alarm bahaya” terkait dengan kualitas pemilu yang sudah di depan mata. Survei tersebut dilakukan terhadap 2.760 responden di enam daerah, yakni Aceh, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Hasilnya lebih dari setengah masyarakat akan menerima pemberian dalam bentuk apa pun. Politik uang dalam pandangan sebagian masyarakat dianggap rezeki musiman yang tidak seharusnya ditolak.
Maka, jamak diketahui para calon anggota legislatif (caleg) menyebarkan berbagai sogokan kepada masyarakat ”berbalut” bantuan. Saat bersamaan ramai pula ditemukan masyarakat berbondong-bondong mengejar para caleg dengan berbagai proposal, mulai dari proposal acara keramaian hingga pembangunan fisik sarana umum.
Dalam pemilu, politik dan uang merupakan pasangan tak terpisahkan. Uang penting untuk membiayai kampanye karena kampanye berpengaruh pada hasil pemilu. Kampanye tidak akan berjalan tanpa uang meski uang tidak merupakan faktor satu-satunya untuk memperoleh keberhasilan.
Dalam sistem politik yang tidak demokratis, korupsi politik akan tumbuh subur dan menjadi tabiat kebanyakan politisi. Sama halnya dalam partai yang tidak ”sehat”, mereka akan mencari sumber-sumber pendanaan instan untuk menjalankan mesin politik, salah satunya melalui korupsi uang negara.
Atau melalui cara instan yang lain yang marak belakangan ini dengan menarik kekuatan pemodal (baca: pengusaha) ke dalam kongsi partai.
Hasil survei ”Politik Uang dalam Pemilu” yang dilakukan Polling Center (30/12/2013) tentu menjadi ”alarm bahaya” terkait dengan kualitas pemilu yang sudah di depan mata. Survei tersebut dilakukan terhadap 2.760 responden di enam daerah, yakni Aceh, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Hasilnya lebih dari setengah masyarakat akan menerima pemberian dalam bentuk apa pun. Politik uang dalam pandangan sebagian masyarakat dianggap rezeki musiman yang tidak seharusnya ditolak.
Maka, jamak diketahui para calon anggota legislatif (caleg) menyebarkan berbagai sogokan kepada masyarakat ”berbalut” bantuan. Saat bersamaan ramai pula ditemukan masyarakat berbondong-bondong mengejar para caleg dengan berbagai proposal, mulai dari proposal acara keramaian hingga pembangunan fisik sarana umum.